Medha.id. Menyambut Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024, pengelolaan sampah masih menjadi tantangan krusial bagi masyarakat Indonesia. Merujuk pada data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbunan sampah nasional pada tahun 2023 telah mencapai angka 17,4 juta ton, dimana 33,5% dari total sampah tersebut belum terkelola dengan baik.
Data dari Program Lingkungan PBB pun menunjukkan Indonesia sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, yang mayoritas berasal dari sektor rumah tangga sebesar 38% pada tahun 2023. Kondisi tersebut memicu krisis berkelanjutan jika tidak segera ditangani, seperti terjadinya kasus ledakan gas metana yang menumpuk di 38 lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) pada November tahun lalu.
Baca juga:
Menparekraf Hadiri SATTE 2024 di India Guna Kejar Target Wisman
Krisis ini mendorong berbagai inisiatif kolaborasi dan inovasi berkelanjutan seperti keberhasilan Gerakan Pilah Sampah yang digencarkan KLHK dalam menghadirkan bank sampah hingga 25.540 unit, yang semuanya dikelola secara mandiri oleh lintas komunitas.
Di sisi lain, pengelolaan sampah terpadu semakin mengemuka berkat peran para ecopreneurs yang mendorong masyarakat untuk peduli tentang pentingnya hilirisasi sampah dalam mendukung ekonomi sirkular.
Baca juga:
Presiden Jokowi Resmikan Makassar New Port Guna Tingkatkan Investasi
Adapun hilirisasi sampah sendiri merupakan pendekatan pentahelix, yang salah satunya tampak dalam skema pemberian insentif oleh para akademisi, pemerintah, industri swasta, komunitas, hingga media untuk mendorong perubahan perilaku menuju partisipasi aktif masyarakat terhadap 3R (reduce, reuse, recycle).
Selaras dengan komitmen mengedepankan praktik bisnis berkelanjutan, PT Global Digital Niaga, Tbk (‘Blibli’; ‘Perseroan; kode saham BEI: ‘BELI’) sebagai pelaku industri telah secara bertahap menerapkan berbagai inisiatif pengurangan sampah kemasan sejak tahun 2020, salah satunya adalah program Take-Back yang memfasilitasi konversi 10 kemasan bekas menjadi 1 bibit pohon. Sejak program Take-Back diinisiasi, telah terkumpul sekitar 80.000 sampah kemasan dari pelanggan yang berhasil dikonversi menjadi 8.000 pohon dan telah ditanam di 3 lokasi di Indonesia.
Baca juga:
Menparekraf Tegaskan Pentingnya Pengembangan Dekarbonisasi Pariwisata
Selanjutnya, kemasan Blibli yang sudah berstandar FSC (Forest Stewardship Council) itupun didaur ulang oleh mitra rantai pasok kami untuk menjadi shredded paper sebagai alternatif bubble wrap. Sebagai informasi, kemasan berstandar FSC artinya bersumber dari bahan baku yang berkelanjutan yang dikelola secara bertanggung jawab.