Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mempromosikan potensi wisata budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah ke pasar Eropa, terutama Jerman.
Direktur Pemasaran PT. Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Hetty Herawati, dalam webinar “Re-start in Indonesia Travel to Our World Heritage Sites”, Rabu (12/8/2020), mengatakan Yogyakarta dan Jawa Tengah memiliki potensi wisata yang tidak hanya terpaku pada kekayaan alam saja. Tapi juga punya daya tarik dari sisi kebudayaan.
“Ada banyak keraton dan juga candi yang terdapat di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Selain itu, kita juga punya hasil kerajinan tangan dan kesenian tradisional yang unik dan menarik bagi wisatawan,” kata Hetty.
Hetty mencontohkan potensi wisata yang ada di Candi Prambanan yang dikelola oleh PT. TWC. Sebagai komplek candi Hindu terbesar di Indonesia, wisatawan tidak hanya akan memperoleh pengetahuan sejarah yang ada di Candi Prambanan, namun wisatawan juga bisa menikmati pertunjukan Sendratari Ramayana Prambanan di malam hari.
“Selain itu, wisatawan juga bisa merasakan pengalaman bagaimana rasanya menjadi seorang arkeolog dalam mengkonservasi peninggalan sejarah Candi Sewu melalui paket junior archaeologist yang kami sediakan,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Hetty juga meyakinkan masyarakat Jerman agar tidak perlu khawatir untuk berkunjung ke Yogyakarta dan Jawa Tengah di era adaptasi kebiasaan baru. Ia mengungkapkan, destinasi wisata seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan telah menerapkan protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, and Environmental Sustainability).
“Di masa penutupan pada Maret hingga Juni 2020, kami selalu melakukan pembersihan dan penyemprotan disinfektan di lokasi destinasi wisata. Karena ini kesempatan bagi kami untuk meningkatkan pariwisata berkelanjutan, kami menerapkan protokol kesehatan dan memberikan pelatihan bagi staf kami tentang protokol kesehatan dan kami juga meminta agar pengunjung untuk mematuhi protokol kesehatan berbasis CHSE,” kata dia.
Hal ini disambut baik oleh Plt Direktur Pemasaran Regional III (Eropa, Timur Tengah, Amerika, dan Afrika) Kemenparekraf/Baparekraf, Raden Sigit Witjaksono yang mengatakan penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE merupakan bentuk komitmen pelaku wisata dan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi pandemi COVID-19 dan membangkitkan kembali sektor pariwisata di Tanah Air.
“Kami telah melakukan pengimplementasian protokol CHSE. Seperti memberikan pelatihan CHSE terhadap pelaku wisata, simulasi penerapan protokol CHSE, kampanye protokol CHSE ke masyarakat dan pelaku pariwisata dan menerapkan protokol CHSE di destinasi dan daerah yang telah melewati masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar),” ucap Sigit.
Pada kesempatan yang sama, mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekaligus Guru Besar Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Wiendu Nuryanti, menyebutkan hampir 40 persen wisatawan mancanegara asal Eropa datang berkunjung ke Indonesia karena tertarik dengan tradisi dan budaya yang beraneka ragam.
Tak hanya itu, Wiendu juga menyebut banyak wisatawan Jerman yang berkunjung ke Indonesia lebih dari satu kali kunjungan. “Mereka (Wisatawan Jerman) berkunjung ke berbagai tempat di Indonesia, tidak hanya di Bali saja. Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia adalah kebanggan tersendiri bagi kita dan menjadi kekuatan kita menyambut kedatangan turis ke Indonesia,” ujar Wiendu.
Webinar ini juga turut dihadiri oleh Direktur Eropa II Kementerian Luar Negeri, Hendra Halim, yang menuturkan Kemenlu berkomitmen membantu Kemenparekraf memajukan sektor pariwisata Indonesia, salah satunya dengan menyusun koneksi penerbangan langsung dari Eropa ke Indonesia.
“Saat ini kami masih berusaha menjajaki direct flight dari Eropa terutama Jerman ke Indonesia untuk meningkatkan konektivitas pernerbangan. Sehingga dengan adanya penerbangan langsung dari Eropa ke Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kedatangan wisatawan dari Eropa,” tutur Hendra.