Kesaksian Hj. Surdini Soeweno
Menurut Hj. Surdini Soeweno yang juga sempat menjabat sebagai Kepala Desa Tete Batu ini, sejarah keberadaan Wisma dr. Soedjono ini sudah sama tuanya dengan keberadaan pemerintah Kabupaten Lombok Timur, bahkan mungkin sejak sebelum itu, yakni pada saat Indonesia masih dijajah pemerintah Kolonial Belanda.
Baca juga:
Pelaksanaan WSBK Menjadi Evaluasi Penyelenggaraan Motogp
“Cerita singkatnya, pada saat dr. Soedjono bertugas di Kabupaten Lombok Timur, dia membangun sebuah rumah yang berada di kawasan Tete Batu ini sebagai tempat peristirahatan bersama teman-teman dan para tamu dari luar negeri. Rumah yang dibangun di kawasan obyek wisata ini tidak begitu luas, hanya memiliki empat unit kamar, satu ruang tamu, lobby, dan satu ruang makan,” tutur Hj. Surdini.
Karena itu, ketika kita memasuki bangunan bersejarah yang sekarang telah beralihfungsi menjadi Wisma dr. Soedjono ini, mata kita langsung akan dibawa mengenang ke masa lalu, yaitu pada zaman Belanda. Bagaimana tidak, nyaris seluruh hiasan kamar yang ada dirumah ini, baik foto-foto yang rata-rata berwarna hitam putih, dan benda-benda lainnya adalah peninggalan masa lalu sang tuan rumah.
Baca juga:
World Superbike di Sirkuit Mandalika Beri Dampak Pada UMKM
“Keberadaan dr. Soedjono di Tete Batu tak hanya sekedar untuk urusan kesehatan saja, karena semasa hidupnya dr. Soedjono juga sering menunjukkan kepeduliannya kepada pendidikan, seni dan budaya di Tete Batu ini. Beliau bahkan pernah suatu saat memberikan alat musik gamelan kepada beberapa sanggar seni agar kesenian Tete Batu tetap terjaga sekaligus memberikan aktivitas positif kepada anak muda di sini,” terang Hj. Surdini.
Setelah pendiri Wisma dr. Soedjono meninggal dunia, putranya yang bernama Raden Soeweno datang kembali ke Lombok bersama istrinya, Hj. Surdini Soeweno, yang kemudian melanjutkan serta mewarisi untuk merintis kembali usaha penginapan di Tete Batu.