Namun faktanya adalah penyebaran pesan intoleran cenderung meningkat di medos. “Internet memberikan peluang terjadinya hoaks dan intoleren. Penyebaran kebencian melalui medsos ini sebagai gejala intoleransi. Penyebabnya karena edukasi mengenai etika di internet masih kurang. Itulah pentingnya literasi digital,” ujarnya.
Baca juga:
Desa Wisata Cibuntu Siap Bersaing Dalam ADWI 2021
Ia sangat berharap, ujaran kebencian , kekerasan dan diskriminasi perlu dibatasi sebelum viral dan menjadi kekerasan. Pengguna medsos memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri, lingkungan sekitar tehadao hari ini dan masa depan. “Buat narasi menyejukkan, buka konten berbau kebencian, radikalisme, terorisme dan intoleransi,” tandasnya.
Baca juga:
15 Tempat Wisata di Kuningan Yang Mungkin Harus Anda Kunjungi
Nannette Jacobus, Account Manager Frente Indonesia Social Media Enthusiast, berpendapat bahwa masyarakat perlu kembali mengingat nilai-nilai luhur bangsa yang menghargai keberagaman toleransi dan bertenggangrasa. “Jangan lupa Bhinneka Tunggal Ika. Boleh berbeda hal apapun tapi kita adalah satu bagian yang utuh dalam sebuah bangsa yang besar. Jika ini diterapkan, seharusnya medsos bisa meningkatkan toleransi dan demokrasi,” katanya.