Medha.id. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengajak seluruh pemangku kepentingan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif melakukan perubahan dan perbaikan mendasar sebagai upaya untuk bangkit menghadapi tantangan akibat pandemi COVID-19.
Wishnutama Kusubandio dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (14/8/2020), mengatakan, seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, pagi tadi, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pembenahan diri secara fundamental. Termasuk melakukan transformasi dan menjalankan strategi besar.
“Semangat ini harus kita jalankan bersama dengan melakukan perubahan-perubahan mendasar yang dapat meningkatkan daya saing kita di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” kata Wishnutama.
Kemenparekraf/Baparekraf sejak awal menargetkan untuk mengubah fokus kebijakan pariwisata Indonesia dari quantity tourism (jumlah wisatawan) menjadi quality tourism (kualitas wisatawan). Dimana faktor-faktor penunjang quality tourism terkait erat dengan hal-hal mendasar seperti kebersihan, kesehatan, keamanan dan keberlangsungan lingkungan.
Protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environmental Sustainability) termasuk revitalisasi amenitas yang dijalankan Kemenparekraf/Baparekraf menjadi bentuk perubahan fundamental yang sangat penting untuk keberlangsungan sektor parekraf ke depan.
“CHSE merupakan bentuk reformasi fundamental yang sangat penting yang tidak bisa ditawar. Hal tersebut dapat membangun kepercayaan dan rasa aman bagi seluruh wisatawan dan para stakeholder parekraf,” ujarnya.
Kemenparekraf pada umumnya memiliki tiga kebijakan nasional yang disusun dalam menghadapi pandemi COVID-19. Pertama pengelolaan krisis dan memitigasi dampak sebagai respons terhadap kondisi darurat; Kedua, percepatan dan stimulus untuk pemulihan sektor Parekraf dalam memasuki adaptasi kebiasaan baru; ketiga adalah penyiapan pasca COVID-19 untuk meningkatkan nilai tambah Industri Parekraf kedepannya.
“Saya sangat percaya bahwa dalam setiap krisis selalu ada peluang. Mari kita manfaatkan peluang yang ada dengan melakukan perubahan mendasar dan memaksimalkan kekuatan lokal sebagai awal lompatan besar untuk Indonesia,” kata Wishnutama.
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengatakan pandemi COVID-19 membuat semua negara mengalami kemunduran. Namun kemunduran ini bisa menjadi peluang dan momentum bagi kita untuk mengejar ketertinggalan.
“Inilah saatnya kita membenahi diri secara fundamental, melakukan transformasi besar, menjalankan strategi besar. Strategi besar di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, sosial, kebudayaan, termasuk kesehatan dan pendidikan,” kata Presiden Joko Widodo.
Pola pikir dan etos kerja harus berubah. Fleksibilitas, kecepatan, dan ketepatan sangat dibutuhkan. Efisiensi, kolaborasi, dan penggunaan teknologi harus diprioritaskan. Kedisiplinan nasional dan produktivitas nasional juga harus ditingkatkan.
Pakaian Adat NTT
Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidato kenegaraan mengenakan pakaian adat dari Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Dengan mengenakan pakaian adat ini, Presiden Joko Widodo hendak mengajak masyarakat untuk mencintai produk-produk Indonesia yang dikenal kaya akan seni kriya, tenun, serta kebudayaan Nusantara.
Pakaian adat dari Kabupaten Sabu Raijua sendiri terdiri dari “si hawu” atau sarung, “higi huri” atau selimut, dan “naleda” alias selendang.
Bukan kali pertama Presiden Joko Widodo mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah di Tanah Air. Saat Upacara Hari Kemerdekaan RI ke-73, Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Aceh yang biasa disebut Linto Baro dan saat sidang tahunan MPR tahun 2019 lalu Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Sasak Nusa Tenggara Barat.